Monday, August 3, 2009

NAMA PANGGILAN MASYARAKAT MINANG

Bagi orang Minang nama itu penting. Ketek banamo - gadang bagala. Katiko
ketek disabuik namo - alah gadang disabuik gala.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa yang dikatakan sepesukuan sebagai
unit terkecil dalam sistem kekerabatan Minang terdiri dari 5 lapis
generasi atau keturunan. Mungkin dalam satu masa tidak terdapat kelima
tingkat keturunan itu, karena hal itu sangat tergantung dari usia
rata-rata anggota suku dari tiap generasi.

Panggilan Sesama Anak
Adik memanggil kakaknya yang perempuan dengan "Uni" dan "Uda" untuk
kakak lelaki. Antara mereka yang seusia, memanggil nama masing-masing.
Si Ani memanggil si Ana dengan menyebut Ana. Si Husin memanggil si Hasan
dengan sebutan Hasan.Mande dan Mamak serta generasi yang lebih tua,
memanggil anak-anak dengan panggilan kesayangan "Upiak" pada anak
perempuan dan "Buyuang" untuk anak laki-laki.

Panggilan untuk Ibu dan Paman
Anak sebagai generasi terbawah dalam susunan pesukuan Minang, mempunyai
panggilan kehormatan terhadap ibu dan saudara ibunya, serta generasi
yang berada diatasnya.Anak memanggil ibunya dengan panggilan Mande -
Amai - Ayai - Biyai - Bundo - Andeh dan di zaman modern ini dengan
sebutan Mama - Mami - Amak - Ummi dan Ibu.Jika ibu kita mempunyai
saudara perempuan yang lebih tua dari ibu kita (kakak ibu) maka sebagai
anak kita memanggilnya dengan istilah Mak Adang yang berasal dari kata
Mande dan Gadang.
Bila ibu mempunyai adik perempuan, maka kita memanggilnya dengan Mak
Etek atau Etek yang berasal dari kata Mande nan Ketek.
Bila ibu kita punya saudara lelaki, kita panggil beliau dengan Mamak.
Semua lelaki dalam pesukuan itu, dan dalam suku yang serumpun yang
menjadi kakak atau adik dari ibu kita, disebut Mamak. Jadi Mamak tidak
hanya sebatas saudara kandung ibu, tapi semua lelaki yang segenerasi
dengan ibu kita dalam suku yang serumpun. Dengan demikian kita punya
Mamak Kanduang, Mamak Sejengkal, Mamak Sehasta, Mamak Sedepa sesuai
dengan jarak hubungan kekeluargaan. Mamak Kandung adalah Mmamak dalam
lingkungan semande.
Mamak tertua dan yang lebih tua dari ibu kita, kita panggil dengan
istilah Mak Adang dari singkatan Mamak nan Gadang sedangkan yang lebih
muda dari ibu kita , kita sebut dengan Mak Etek atau Mamak nan Ketek.
Mamak yang berusia antara yang tertua dan yang termuda dipanggil dengan
Mak Angah atau Mamak nan Tangah.

Kedudukan Mamak
Mamak mempunyai kedudukan yang vital dalam struktur kekerabatan minang,
khususnya dalam hubungan Mamak-Kemenakan, seperti diatur dalam Pepatah
Adat berikut ini.
Kamanakan barajo ka mamak,
Mamak barajo ka panghulu,
Panghulu barajo ka mufakat,
Mufakat barajo ka nan bana,
Bana badiri sandirinyo.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa mamak mempunyai kedudukan yang
sejajar dengan ibu kita. Karena beliau itu saudara kandung. Sehingga
mamak dapat diibaratkan sebagai ibu-kandung kita juga kendatipun beliau
lelaki.

Adat Minang bahkan memberikan kedudukan dan sekaligus kewajiban yang
lebih berat kepada mamak ketimbang kewajiban ibu. Adat mewajibkan mamak
harus membimbing kemenakan, mengatur dam mengawasi pemanfaatan harta
pusaka, mamacik bungka nan piawai.

Kewajiban ini tertuang dalam pepatah adat, ataupun dalam kehidupan nyata
sehari-hari. Kewajiban untuk membimbing kemenakan sudah selalu
didendangkan orang Minang dimana-mana. Namun kini sudah mulai jarang
diamalkan

Pepatah menyebutkan :

Kaluak paku kacang balimbiang,Buah simantuang lenggang lenggangkan,Anak
dipangku kamanakan dibimbiang,Urang kampuang dipatenggangkan.

Kewajiban mamak terhadap harta pusaka antaranya dalam menjaga batas
sawah ladang, mengatur pemanfaatan hasil secara adil di lingkungan
seperindukan, dan yang terpenting mempertahankan supaya harta adat tetap
berfungsi sesuai ketentuan adat.

Fungsi utama harta pusaka :

Sebagai bukti dan lambang penghargaan terhadap jerih payah nenek moyang
yang telah mencancang-malateh, manambang-manaruko, mulai dari niniek dan
inyiek zaman dahulu, sampai ke mande kita sendiri. Karena itu kurang
pantaslah bila kita sebagai anak cucu, tidak memeliharanya, apalagi
kalau mau menjualnya. Tugas mamak terutama untuk menjaga keberadaan
harta pusaka ini.
Ramo-ramo si kumbang janti,
Katik Endah pulang bakudo,
Patah tumbuah hilang baganti,
Harto pusako dijago juo.

Sebagai lambang ikatan kaum yang bertali darah. Supaya tali jangan
putus, kait-kait jangan sekah (peceh) sehingga pusaka ini menjadi harta
sumpah satie (setia), sehingga barang siapa yang merusak harta pusaka
ini, akan merana dan sengsara seumur hidupnya dan keturunannya.

Sebagai jaminan kehidupan kaum jaman dahulu sehingga sekarang terutama
tanah-tanah pusaka. Baik kehidupan zaman agraris, maupun kehidupan zaman
industri, tanah memegang peranan yang sangat strategis. Jangan terpedaya
atas ajaran individualistis atas tanah, yang bisa menghancurkan
sendi-sendi adat Minang.

Sebagai lambang kedudukan social.

Itulah 4 fungsi utama dari harta pusaka yang menjadi kewajiban mamak
untuk memeliharanya.

Kewajiban mamak sebagai pamacik bunka nan piawai, selaku pemegang
keadilan dan kebenaran. Kewajiban ini dilakukan dengan bersikap adil
terhadap semua kemenakan. Antaranya dalam pemanfaatan hasil harta pusaka
tinggi. Dilain pihak penanggung jawab terhadap ikatan perjanjian antara
pihak luar pesukuan misalnya dalam ikatan perkawinan. Bila sudah ada
kesepakatan antara kedua keluarga, maka mamaklah menjadi penanggung
jawab atas kesepakatan itu. Bila terjadi ingkar janji, mamaklah yang
harus membayar hutang. Bila telah dilakukan Tukar Tando sebagai tanda
kesepakatan, maka mamaklah yang akan menjadi tumpuan dan tumbal bagi
kesepakatan itu.
Mamaklah yang menjadi penanggung jawab atas janji antara kedua keluarga
ini, bukan kemenakan yang akan dikawinkan.

Panggilan Generasi Ketiga
Dalam hubungan pesukuan diatas, terlihat bahwa kita sebagai anak menjadi
generasi kelima. Kita sebagai generasi kelima, memanggil "Uo" atau
"Nenek" kepada Mande dari ibu kita sendiri dan Mamak atau Tungganai
(Mamak Kepala Waris) pada saudara lelaki dari Uo (Nenek) kita.
Berdasarkan pada pengelompokkan umur rata-rata, maka yang diangkat jadi
Penghulu dalam pesukuan ini, biasanya dari kelompok tungganai ini. Pada
saat kita lahir,kelompok para tungganai ini berusia sekitar 40 tahun,
sehingga memenuhi syarat usia yang pantas untuk memimpin suku (kaum) kita.

Selanjutnya pada generasi kedua kita memanggil Gaek untuk perempuan dan
Datuak pada lelaki yang termasuk dalam generasi kedua ini.

Generasi pertama (kalau masih hidup) kita sebut dengan panggilan Niniek
untuk perempuan dan Inyiek untul lelaki yang termasuk generasi pertama.
Usia rata-rata generasi pertama ini, pada saat kita lahir sekitar 80 th.

Bagi mamak atau tungganai yang diangkat jadi Penghulu, diberi gelar
DATUK. Keluarga yang seusia atau lebih tua dari Penghulu memanggilnya
dengan "Ngulu", sedangkan yang lebih muda dengan panggilan yang biasa
seperti Uda dan Mamak.


(Sumber : Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang)

No comments:

Post a Comment